Padiku....
"Pernahkan anda berpikir bahwa setiap sesuatu diciptakan untuk manusia saja?" -- Harun Yahya
musim penghujan tiba, petani bersuka cita berjalan menuju sawah membawa cangkul, ditemani kerbau-kerbau yang tak kalah riangnya.
dibalik segala keriangan petani dan kerbau-kerbaunya, taukah kamu siapa yang mejadi bintangnya? setelah lahan-lahan gembur dan dibasahi oleh air yang mengalir, petani menanam padi dengan bergotong royong, tanpa rasa khawatir panen akan dicapai atau tidak. Sekarang mari kita simak kehidupan sang bintang ini.
setelah rumpun-rumpun padi di tancapkan oleh petani, mari kita simak jalan hidup mereka.
"hore aku kembali ke sawah, bertemu dengan teman-temanku yang lain.."
"ayo berdiri yang rapih, kita berjajar, jangan berebut, kamu di sana yah"
berhari-hari, berminggu-minggu petani merawat mereka, membuang gulma-gulma yang menyelimuri tubuh mereka. dan bulir-bulir padipun bermunculan. dan diantara deretan-deretan bulir-bulir padi itu, terjadi percakapan...
"wah kita sudah semakin besar yah" seru satu diantara bulir-bulir padi itu kepada tetangganya yang sudah tumbuh lebih dahulu.
"teman, sebenarnya untuk apa sih kita hadir di dunia ini?"
teman di sebelahnya yang tampak lebih dewasa (dari warnanya yang lebih menguning) menjawab, "kita hadir di dunia ini untuk keperluan umat manusia, untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka"
"oh.."
sementara di rumpun-rumpun yang lain bulir-bulir mulai menguning dan siap untuk dipanen..
"tampaknya mereka sudah siap untuk menjalankan tugasnya, yah, beribadah kepada Allah, menjalankan fitrahnya sebagai padi."
"bersabarlah, ada saatnya dimana kita harus bersabar, menunggu saat yang tepat, ingatlah, sesungguhnya Allah maha adil. Jika sampai saatnya, kita bersama-sama akan berbuat yang terbaik untuk Allah. Persiapkan dirimu..."
Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dia-lah yang Maha Mendegar lagi Maha Mengetahui. (QS. 29:5)
"setiap harinya ia isi dengan bertasbih bersiap untuk hari yang dinanti"
Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 57:1)
hari berlalu, hingga akhirnya petani-petani memanen mereka.
"hore..."
dan padi-padi itu dipanen, dilepaskan darinya kulit-kulit yang membungkus badan mereka, dibawa ke pasar, hingga akhirnya berada bersama-sama di sebuah karung, di sebuah toko siap menunggu pembeli.
dan akhirnya ibu kita membeli beras-beras, membawanya ke rumah dan menyajikannya untuk kita.
luar biasa senangnya mereka, tahu bahwa sebentar lagi tugasnya akan segera selesai. ibu kita membersihkan beras-beras dengan penuh kasih sayang, memasukkannya ke dalam pendil-pendil siap untuk ditanak. setelah siap, ibu kita menyajikannya.
hingga akhirnya kita duduk di meja makan dan siap menyantap makan siang kita.
dalam piring-piring nasi...
"hore... akhirnya perjalanan panjang kita akan segera berakhir juga" seru butir nasi yang sama kepada temannya yang masih setia semenjak menemaninya dalam deretan bulir padi, dalam penggilingan dan dalam karung dalam toko.
setiap sendokan nasi yang kita lakukan ia perhatikan, barharap agar dirinya terambil dan dimakan, sendokkan berikutnya ia perhatikan, teman setianya terambil.
dengan sangat khidmat ia merelakan kepergian temannya, berharap bahwa sendokan berikutnya ialah yang terambil.
"daaaahh... aku duluan yaaaa..."
dua-tiga sendokan ia perhatikan dirinya belum juga terambil, sambil berdebar-debar menunggu ia sendokan berikutnya...
"tapi... hey mengapa manusia berhenti makan manakala belum benar-benar habis nasi dalam piring..."
kutunggu beberapa saat, mungkin ia hendak minum untuk melancarkan kerongkongannya, tapi tidak, manusia itu tidak kembali memegang sendok, ia pergi benar-benar menyia-nyiakan nasi yang masih tersisa di piring.
lihatlah, betapa sedihnya perasaan nasi itu. apa yang menjadi fitrahnya untuk dimakan manusia, manusia sendiri yang menyia-nyiakannya.
Nah sesekali... jikalau ada nasi tersisa., cobalah dekatkan telinga kita kepada nasi-nasi yang tersisa tersebut, mungkin kita masih bisa mendengar betapa nasi-nasi itu.... kini menangis...
... robbana maa kholaqta haadza baatilan subhaanaka faqinaa 'adzaabannaar (QS 3:191)
Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini semua dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Sudahkah kita bersyukur hari ini?
Sudahkah kita tidak menyia-nyiakan nasi yang kita makan?
Sudahkah kita menyiapkan diri menanti waktu pertemuan itu?
musim penghujan tiba, petani bersuka cita berjalan menuju sawah membawa cangkul, ditemani kerbau-kerbau yang tak kalah riangnya.
dibalik segala keriangan petani dan kerbau-kerbaunya, taukah kamu siapa yang mejadi bintangnya? setelah lahan-lahan gembur dan dibasahi oleh air yang mengalir, petani menanam padi dengan bergotong royong, tanpa rasa khawatir panen akan dicapai atau tidak. Sekarang mari kita simak kehidupan sang bintang ini.
setelah rumpun-rumpun padi di tancapkan oleh petani, mari kita simak jalan hidup mereka.
"hore aku kembali ke sawah, bertemu dengan teman-temanku yang lain.."
"ayo berdiri yang rapih, kita berjajar, jangan berebut, kamu di sana yah"
berhari-hari, berminggu-minggu petani merawat mereka, membuang gulma-gulma yang menyelimuri tubuh mereka. dan bulir-bulir padipun bermunculan. dan diantara deretan-deretan bulir-bulir padi itu, terjadi percakapan...
"wah kita sudah semakin besar yah" seru satu diantara bulir-bulir padi itu kepada tetangganya yang sudah tumbuh lebih dahulu.
"teman, sebenarnya untuk apa sih kita hadir di dunia ini?"
teman di sebelahnya yang tampak lebih dewasa (dari warnanya yang lebih menguning) menjawab, "kita hadir di dunia ini untuk keperluan umat manusia, untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka"
"oh.."
sementara di rumpun-rumpun yang lain bulir-bulir mulai menguning dan siap untuk dipanen..
"tampaknya mereka sudah siap untuk menjalankan tugasnya, yah, beribadah kepada Allah, menjalankan fitrahnya sebagai padi."
"bersabarlah, ada saatnya dimana kita harus bersabar, menunggu saat yang tepat, ingatlah, sesungguhnya Allah maha adil. Jika sampai saatnya, kita bersama-sama akan berbuat yang terbaik untuk Allah. Persiapkan dirimu..."
Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dia-lah yang Maha Mendegar lagi Maha Mengetahui. (QS. 29:5)
"setiap harinya ia isi dengan bertasbih bersiap untuk hari yang dinanti"
Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 57:1)
hari berlalu, hingga akhirnya petani-petani memanen mereka.
"hore..."
dan padi-padi itu dipanen, dilepaskan darinya kulit-kulit yang membungkus badan mereka, dibawa ke pasar, hingga akhirnya berada bersama-sama di sebuah karung, di sebuah toko siap menunggu pembeli.
dan akhirnya ibu kita membeli beras-beras, membawanya ke rumah dan menyajikannya untuk kita.
luar biasa senangnya mereka, tahu bahwa sebentar lagi tugasnya akan segera selesai. ibu kita membersihkan beras-beras dengan penuh kasih sayang, memasukkannya ke dalam pendil-pendil siap untuk ditanak. setelah siap, ibu kita menyajikannya.
hingga akhirnya kita duduk di meja makan dan siap menyantap makan siang kita.
dalam piring-piring nasi...
"hore... akhirnya perjalanan panjang kita akan segera berakhir juga" seru butir nasi yang sama kepada temannya yang masih setia semenjak menemaninya dalam deretan bulir padi, dalam penggilingan dan dalam karung dalam toko.
setiap sendokan nasi yang kita lakukan ia perhatikan, barharap agar dirinya terambil dan dimakan, sendokkan berikutnya ia perhatikan, teman setianya terambil.
dengan sangat khidmat ia merelakan kepergian temannya, berharap bahwa sendokan berikutnya ialah yang terambil.
"daaaahh... aku duluan yaaaa..."
dua-tiga sendokan ia perhatikan dirinya belum juga terambil, sambil berdebar-debar menunggu ia sendokan berikutnya...
"tapi... hey mengapa manusia berhenti makan manakala belum benar-benar habis nasi dalam piring..."
kutunggu beberapa saat, mungkin ia hendak minum untuk melancarkan kerongkongannya, tapi tidak, manusia itu tidak kembali memegang sendok, ia pergi benar-benar menyia-nyiakan nasi yang masih tersisa di piring.
lihatlah, betapa sedihnya perasaan nasi itu. apa yang menjadi fitrahnya untuk dimakan manusia, manusia sendiri yang menyia-nyiakannya.
Nah sesekali... jikalau ada nasi tersisa., cobalah dekatkan telinga kita kepada nasi-nasi yang tersisa tersebut, mungkin kita masih bisa mendengar betapa nasi-nasi itu.... kini menangis...
... robbana maa kholaqta haadza baatilan subhaanaka faqinaa 'adzaabannaar (QS 3:191)
Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini semua dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Sudahkah kita bersyukur hari ini?
Sudahkah kita tidak menyia-nyiakan nasi yang kita makan?
Sudahkah kita menyiapkan diri menanti waktu pertemuan itu?
Comments